Fatwa itu dikeluarkan dengan alasannya, waria adalah seorang lelaki
yang bukan muhrim untuk memangkas rambut atau merias wanita. "Meskipun
menyerupai wanita, hakekatnya waria itu adalah laki-laki," tegas Ahmadi,
ketua panitia bahsul masail yang digelar dalam rangka memperingati haul
KH M Dimyati Adnan.
Bahsul masail adalah forum ulama yang membahas masalah-masalah yang
muncul di masyarakat. Perwakilan ponpes yang ikut dalam bahsul masail
ini di antara dari Ponpes Lirboyo, Kediri; Langitan, Tuban; Al Anwar,
Sarang (Jateng); Sidogiri, Pasuruan; An Nur, Malang, dan Syaikona
Kholil, Bangkalan.
Menurut Kiai Saifudin Zuhri, pengasuh Ponpes Adnan Al Haris, Ngumpak
Dalem, Bojonegoro yang juga ikut dalam bashul masail ini, masalah
tersebut dibahas setelah ada berbagai pertanyaan terkait hukumnya
seorang waria yang menjadi pegawai salon dan bertugas memangkas rambut
serta melakukan perawatan kecantikan wanita yang menjadi konsumennya.
"Dengan landasan berbagai kitab yang ada, dengan tegas dinyatakan
bahwa haram waria yang melayani perawatan kecantikan kepada konsumen
wanita," tegasnya. Pelayanan itu termasuk seperti memberikan perawatan
kulit, potong rambut, dan tata rias.
Namun, fatwa tersebut tak digubris oleh para waria yang mencari
nafkah di salon-salon kecantikan. Novi alias Sukisno, 37, waria yang
menjabat sebagai Ketua Ikatan Waria Bojonegoro (Iwabo) menyatakan bahwa
pihaknya menghormati keputusan yang disampaikan para kiai tersebut.
Namun, ia tetap cuek dan akan terus melanjutkan usaha salon yang telah
dibukanya di Jl Diponegoro Bojonegoro selama 10 tahun tersebut. "Biarkan
masyarakat yang menilai sendiri," jawab Novi.
Diambil dari: http://www.inilah.com
Tanggal:26/05/2010 - 09:19
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silahakan kirimkan ide/pertanyaan anda mengenai postingan salon yang baru saja anda baca.
gar blog ini tetap mengikuti perkembangan Salon-salon di Indoensia